Lima Keseimbangan Untuk Menggapai Derajat Iman dan Takwa
Pandemi Covid-19 bukan menjadi halangan mendulang pahala dengan banyak beramal di bulan Ramadhan. Kamis (30/4), Program Studi Pendidikan Agama Islam FIAI UII menggelar Kajian Ramadhan 1441 H melalui aplikasi zoom dengan tema “Peningkatan Iman dan Taqwa di Tengah Wabah Pandemi Covid-19”. Kajian yang diisi dosen FIAI UII, Syaifulloh Yusuf, M.Pd.I. ini diikuti sivitas akademika UII dari berbagai fakultas. Di awal kajiannya, ia mengajak hadirin untuk selalu bersyukur yang diwujudkan dengan sikap berhati-hati pada setiap aktivitas yang dijalankan. Kajian kali ini banyak mengulas bagaimana mencapai titik keseimbangan iman dan takwa sebagai insan ciptaan Allah.
Ustadz Syaifulloh Yusuf menyampaikan manusia pada hakikatnya diciptakan Allah untuk senantiasa beribadah. Dalam menjalankan seluruh ibadah, hendaknya kita selalu memperhatikan keseimbangannya yang dapat dirangkum dalam lima hal. Dengan memperhatikan hal ini kita akan mencapai keseimbangan iman dan takwa.
Pertama, keseimbangan antara dunia dan akhirat. Dalam surat At-Taubah ayat 38 Allah berfirman yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan padamu : “Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah” kamu merasa berat dan ingin tinggal ditempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit.”.
Hal ini membawa pelajaran agar meski kita telah bersungguh-sungguh meyakini kehidupan akhirat itu benar-benar ada dan kekal, namun jangan menelantarkan kehidupan dunia. Sikap hanya mengejar akhirat namun melupakan dunia dapat merusak keseimbangan tersebut.
Keseimbangan kedua adalah keseimbangan antara (hak) nikmat dan (kewajiban) sholat. Penjelasan ini dikutip dari surat Al-Kautsar, bahwa ketika kita telah diberikan kenikmatan baik materi, sehat, sempat, maupun nikmat apapun yang diberikan Allah, maka kita juga perlu mengingat Allah dengan sholat.
Sedangkan keseimbangan ketiga adalah menyeimbangkan posisi tinggi dan rendah. Ketika Allah memberi nikmat berupa posisi yang tinggi maka kita tidak boleh congkak dan lalai dari perintah Allah. “Kita harus tetap rendah diri dengan senantiasa mengingat betapa diri kita ini hanyalah makhluk Allah yang sangat kecil. Apabila kita lalai, maka bisa saja Allah mengembalikan kita ke posisi yang rendah”, pesannya.
Adapun keseimbangan yang keempat adalah keseimbangan antara ilmu agama dan sains. Keseimbangan itu sekaligus mencerminkan rasa syukur kita terhadap karunia Allah berupa karunia akal yang harus terus kita asah untuk menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi umat.
Keseimbangan yang terakhir adalah antara zaman old (belajar luring) dan zaman now (belajar daring). Melalui keseimbangan ini kita perlu mempertahankan nilai lama yang baik dan mengambil nilai baru yang lebih baik. Keseimbangan ini menjadikan kita senantiasa menjadi orang yang bijaksana terhadap perkembangan zaman. (VTR/ESP)